Dampak Ekonomi Penyakit Flu Burung

Monday, July 25, 2005

Oleh: A.A.I. Nirmala Trisna

Penyakit flu burung merebak ke dalam berbagai media perbincangan, utamanya karena kasus kematian seorang ayah dan dua anaknya di Tangerang pada pertengahan Juli 2005. Melalui tes darah di laboratorium Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Hong Kong, kematian tiga orang tersebut terkait dengan penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus H5N1. Kenyataan ini menunjukkan bahwa flu burung telah menular kepada manusia di Indonesia, seperti di negara-negara Asia lainnya. Wabah di Hong Kong tahun 1997, yang merupakan infeksi flu burung pertama yang terjadi pada manusia, membuktikan bahwa kontak langsung dengan unggas hidup yang terjangkit virus flu burung. Menurut WHO, beberapa penelitian genetik menemukan bahwa virus tersebut bisa berpindah dari unggas ke manusia.
Sesungguhnya ini bukan kasus pertama flu burung pada manusia di Indonesia. Awal Juni 2005, tes darah seorang peternak di Sulawesi Selatan, yang juga dilakukan di laboratorium WHO di Hong Kong, mengkonfirmasi bahwa di dalam darah peternak tersebut positif ditemukan virus influenza A H5N1 – virus penyebab flu burung. Kasus ini tidak terlalu banyak menarik perhatian publik, seperti halnya tiga kasus kematian di Tangerang, karena peternak tersebut tidak menunjukkan gejala klinis infeksi flu burung.

Apa itu flu burung?
Seperti namanya, flu burung atau avian influenza adalah penyakit menular yang umumnya terjadi pada kelompok hewan burung/unggas, yang juga dapat terjangkit pada babi dan manusia. Flu burung ternyata bukanlah penyakit baru. Menurut WHO, epidemik pertama dilaporkan pertama kali terjadi di Italia lebih dari 100 tahun yang lalu. Sejak saat itu, banyak negara mulai melaporkan adanya penyakit ini. Dalam satu dekade ini, wabah flu burung di Hong Kong tahun 1997 mulai menarik perhatian dunia karena penularannya pada manusia dan cara penanggulangannya yang dilakukan dengan membunuh unggas di peternakan dalam jumlah besar dalam kurun waktu beberapa hari.
Penyakit flu burung disebabkan oleh virus influenza tipe A (virus influenza tipe B adalah jenis yang menyebabkan influenza pada manusia). Virus influenza memiliki 15 sub tipe yang berbeda, dimana penyakit AI disebabkan oleh sub tipe H5 atau H7. Dari ke-15 sub tipe tersebut, H5N1 yang paling cepat bermutasi dan cenderung dapat mengambil gen dari virus lain yang menggerogoti jenis mahluk hidup lainnya. Jenis ini pula yang banyak memakan korban (18 kasus penyakit AI, enam meninggal di Hong Kong tahun 1997).
Penyebaran virus flu burung terjadi melalui droplet infection, dimana virus dapat tertanam dalam membran mukosa yang melapisi saluran napas. Meskipun ganas, virus akan mati di luar tubuh atau pada suhu tinggi, seperti pada suhu tropis di Indonesia. Virus flu burung bertahan lebih lama di luar tubuh hewan bila berada di dalam kotoran hewan, karena mengandung bahan organik. Dalam kotoran unggas dapat terkandung virus dalam jumlah besar. Dari kotoran yang menempel pada telur, rak telur, keranjang, maupun kendaraan yang bergerak, virus menulari unggas atau satwa lain.
Sumber virus flu burung di Indonesia masih belum ditemukan sampai dengan saat ini. Gabungan Asosiasi Perunggasan Sumatera Utara mencurigai wabah flu burung di Sumatera disebabkan oleh virus yang bersumber dari telur tetas selundupan yang dibawa dari Malaysia dan Thailand. Menteri Kesehatan RI, Siti Fadilah Supari, menduga bahwa virus flu burung di Indonesia berasal dari burung yang akan bermigrasi ke Australia, yang mana “karena capek, burung-burung tersebut mampir di daerah kita. Nangkring dan membawa virus lewat kotoran yang dibuang”. Kecurigaan dan dugaan yang masih perlu diselidiki kebenarannya, agar wabah flu burung tidak meluas.

Flu burung pada manusia
Menurut WHO, beberapa tes membuktikan bahwa virus H5N1, penyebab flu burung, dapat melompat dari spesies unggas dan menyebabkan infeksi parah pada manusia. Dari unggas yang terinfeksi virus flu burung, proses penularannya kepada manusia adalah dengan menghirup udara yang terkontaminasi virus H5N1.
Tingkat kematian penyakit flu burung pada manusia adalah 52 persen, seperti yang dilaporkan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI, I Nyoman Kandun, bahwa sampai Juni 2005 terdapat 108 orang penderita flu burung di dunia (Vietnam, Thailand, dan Kamboja) dan 56 penderita meninggal dunia. Khusus untuk Indonesia, flu burung pada manusia yang menunjukkan gejala klinis memiliki tingkat kematian 100 persen.
Pekerja di peternakan adalah kelompok populasi yang berisiko untuk terinfeksi flu burung, diikuti oleh pedagang ternak dan telur. Orang-orang yang mengunjungi peternakan ataupun pasar ternak juga dapat tertular penyakit ini. Namun, sampai dengan saat ini, belum ada konfirmasi bahwa flu burung dapat menular dari manusia ke manusia, ataupun karena mengkonsumsi daging ataupun telur unggas yang terinfeksi. Penyakit ini merupakan bawaan hewan (zoonosis), bukan dari makanan (food-borne disease). Penularan flu burung antar manusia kemungkinan dapat terjadi karena jenis virus ini bisa membentuk suatu jenis baru dari proses pencampuran dengan jenis virus influenza lainnya. Umumnya, karena suatu kelompok populasi tidak memiliki sistem kekebalan tubuh terhadap suatu jenis virus baru, virus tersebut dapat menyebabkan penyakit yang mematikan. Ini serupa dengan wabah influenza dunia tahun 1918, 1957 dan 1968, dimana penyakit tersebut terjadi karena pencampuran berbagi jenis virus influenza. Untuk mencegah mutasi virus flu burung menjadi virus yang lebih mematikan, cara yang paling efektif adalah mematikan unggas yang terinfeksi sesegera mungkin.
Sampai saat ini, belum ada vaksin ataupun obat untuk mencegah flu burung. Hidup bersih adalah cara terbaik untuk mencegah tertularnya flu burung, seperti mencuci tangan setelah berinteraksi dengan unggas atau babi, terlebih-lebih dengan kotorannya. Telur sebaiknya dicuci bersih sebelum disimpan untuk mencegah penyebaran virus H5N1 melalui kotoran unggas yang menempel.

Dampak ekonomi flu burung
Flu burung yang tidak segera ditanggulangi dengan langkah-langkah yang tepat dan akurat akan dapat mengakibatkan wabah flu burung dan dampak negatifnya sangat besar. Biaya dari ketidak pedulian terhadap flu burung terlalu besar untuk ditanggung oleh pihak yang berkepentingan di Bali dan Indonesia. Khusus untuk Bali, flu burung tidak hanya akan mempengaruhi sektor peternakan, perdagangan dan kesehatan saja, tetapi sektor pariwisata juga akan terkena dampaknya. Biaya ekonomi total dari penyakit flu burung pada manusia akan melebihi pengeluaran pengobatan dan perawatannya.
Wabah flu burung yang terjadi saat ini menimbulkan kerugian besar pada industri peternakan unggas dan babi. Unggas dan babi yang terinfeksi virus maupun yang terekspos dengan unggas dan babi tersebut harus dimusnahkan secara cepat untuk mencegah penyebaran virus. Jika wabah tak terkendali, flu burung akan menghancurkan lebih dari 12 juta ternak unggas dan satu juta ternak babi di Bali (www.bali.go.id). Hal ini tentu merugikan para pemilik unggas dan pedagang daging yang akan kehilangan komoditi dagangnya, serta bagi para pekerja peternakan yang terancam kehilangan lahan pekerjaan.
Wisatawan mancanegara, termasuk agen-agen perjalanan wisata di luar negeri, umumnya sangat sensitif terhadap masalah kesehatan masyarakat di daerah tujuan wisata. Ini dialami oleh negara-negara yang terkena imbas wabah penyakit severe acute respiratory syndrome (SARS) tahun 2002-2003. Jika kasus flu burung tidak ditanggulangi, Bali mungkin akan kehilangan sejumlah wisatawan mancanegara, yang rata-rata pengeluaran per harinya $240-270 selama maksimal sepuluh hari berlibur di Bali (www.balitourismauthority.net). Penurunan pendapatan dalam industri pariwasata akibat wabah flu burung akan menambah penurunan yang telah terjadi karena berbagai masalah politik dan keamanan global.
Memang, kasus kematian manusia akibat flu burung hanya terjadi di Tangerang. Dengan perkembangan virus yang begitu cepat dan tidak dapat diprediksi, sulit untuk dapat menyatakan bahwa kasus flu burung pada manusia belum tentu akan menyebar ke daerah-daerah lain. Saat ini, belum ditetapkan strategi pencegahan dan penanggulangan flu burung pada manusia di Indonesia, khususnya di Bali, untuk mengantisipasi dampak ekonomi dari flu burung. Kepedulian terhadap penyakit flu burung perlu ditingkatkan karena wabah penyakit ini juga berdampak pada perekonomian Bali. Kerjasama lintas sektoral, yang selama ini tampaknya hanya menjadi wacana semata, perlu benar-benar diterapkan karena masalah di satu sektor dapat memberikan masalah pada sektor lainnya. Khusus untuk flu burung pada manusia, ini bukan hanya tanggung jawab dinas peternakan, kesehatan hewan, atau rumah sakit saja, tetapi juga pemerintah daerah agar segera menurunkan seluruh dana kompensasi untuk membantu meringankan kerugian para peternak unggas dan babi, dinas kesehatan serta dinas komunikasi dan informasi untuk informasi pencegahan flu burung pada manusia, serta dinas perindustrian dan pariwisata untuk mendorong sektor-sektor yang langsung terkait dengan flu burung agar lebih proaktif mencegah wabah, karena penyakit ini bukan hanya masalah kesehatan, tapi juga masalah perekonomian Bali. Kegiatan surveillance pada hewan ternak dan pekerjanya, serta penyuluhan penyakit flu burung kepada peternak dan masyarakat umum hendaknya tidak menunggu kasus yang lebih banyak terjadi.

0 comments: